Senin, Februari 16, 2009

Anakku Sayang

Sejak dalam kandungan kau ku jaga dari segala yang merintangimu, aku bawa di setiap kehidupanku siang ataupun malam selama 9 (sembilan) bulan, tanpa ada rasa capek, jenuh, malu karena bentuk tubuhku berubah menjadi aneh. Aku nikmati semuanya dengan bahagia tanpa perlu bantuan siapapun saat itu, aku bawa anak dalam perutku untuk bekerja dengan semangat dan yakin aku pasti mampu, setelah sepulang dari bekerja aku bawa anakku untuk melanjutkan studyku, sampai larut malam tanpa aku mengeluh walaupun kemana aku pergi hanya seorang diri beserta anak dalam perutku.

Hari-demi hari aku lalui biasa saja seperti layaknya seorang wanita karir tanpa dibantu supir aku mengendarai mobilku sendiri disetiap waktuku, semua aku anggap wajar dan biasa-biasa saja, tanpa ada pelayanan, sapaan dan keperdulian yang lebih padaku saat itu, yang ada pada fikiranku wanita hamil itu wajar dan tidak ada yang harus di istimewakan itulah aku. Profesiku saat itu, seorang Sekretaris Direksi pada salah satu BANK BUMN, yang volume pekerjaannya sangat membutuhkan tenaga extra untuk tercapainya satu tujuan yang telah ditetapkan sesuai Job Description ku sebagai Sekretaris.

Aku bahagia, aku bangga sebagai seorang ibu karir, walaupun terkadang datang dalam benak fikiranku, jika saja aku dapat mempunyai anak dalam rahimku tanpa harus memerlukan kaum laki-laki aku akan lakukan itu sebegitu tidak pentingnyalah penilaianku terhadap laki-laki saat itu. Aku selalu bicara dengan bayi yang ada dalam rahimku, Tidurlah sayangku ibu akan bekerja untuk mu, agar bila kau besar nanti dapat mengerti tentang kehidupan ini. Bayi didalam rahimku bergerak seolah-olah dia lebih tau apa yang ada dalam hatiku, dan mendengar semua ucapanku, aku semakin yakin dan semangat untuk meniti karir saat itu.

Ternyata apa yang pernah ada dalam Feeling ku saat itu menjadi kenyataan pada diriku dan anak-anakku, kasih sayang yang dibutuhkan oleh anak-anakku tidak sesuai dengan apa yang kuharapkan pada seorang laki-laki, pengorbananku hanya diperlakukan seperti air yang mengalir di daun talas tanpa meninggalkan bekas, sebegitu sadiskah kehidupan. Namun aku tidak pernah menangis dan meminta untuk dikasihi, disayangi bahkan dicukupi semua yang aku dan anakku butuhkan, karena aku yakin Allah ada dan aku masih mampu untuk menghidupi ke empat anak-anakku, tanpa bantuan siapapun saat itu.

Bertahun-tahun aku jalani kehidupan itu dengan segala duri yag menusuk bathinku, walau tanpa ada seorang manusiapun yang menyapa bahkan mengobati luka bathinku. Sekalipun ibu dan Bapakku ataupun saudara-saudaraku, aku tutup sendiri rapat-rapat semua itu dengan caraku, aku alihkan waktu luangku untuk meneruskan pendidikanku, dan sisa waktuku aku gunakan untuk merawat seluruh kebutuhan jasmaniku. Aku sujud kepada ALLAH di setiap waktuku untuk mengadu dan memohon kekuatan atas segala yang aku hadapi dalam kehidupanku. Namun pada zahirku aku tetap senyum dan tegar, tanpa ada secercah celah terlihat kepedihan di bathin ini yang teramat luka yang aku rasakan, hari-hari liburku kubawa buah hatiku untuk menghabiskan waktu di kolam renang, agar aku dapat menempa hati dan fikiran anak-anakku menjadi positif.

Mereka tidak pernah tau keadaanku yang sebenarnya, yang mereka lihat aku tersenyum, semangat, dalam menyuport segala cita-cita mereka dengan sabar, dan bahagia. Segala fasilitas aku cukupi, segala kebutuhannya aku beri, dan aku jaga waktunya se akurat mungkin sehingga tidak ada waktu tersisa untk yang mubazir. Waktu sekolah dan waktu mengajinya, waktu istirahatnya, waktu makannya, waktu bermainnya, dan waktu liburannya sudah aku program dan aku awasi sendiri dibantu oleh orang-orang kepercayaanku. Semua dapat ku jalani, walaupun aku sendiri tidak perduli lagi dengan kebutuhan bathinku yang ku anggap itu bukan utama dan tidak penting, aku bunuh keinginanku, aku bunuh semua kebutuhan bathinku dengan caraku, sehingga terkadang aku menjadi lupa bawa aku ini seorang wanita.

Suatu saat pada titik jenuhku, aku menangis, menjerit…. dan ingin rasanya aku berlari dari semua kenyataan hidupku…….., disetiap malam setelah buah hatiku terlelap tidur aku pandangi satu-persatu, wajah yang tak berdosa haruskah mengalami duka yang amat dalam, wajah yang tidak akan pernah mengerti masalah yang aku hadapi. Namun Itulah yang membangkitkan semangat hidupku sampai kapanpun dan aku pasrah dan berdoa semoga akan datang malaikat penolong yang dapat memberi segalanya bagiku dan ke- empat buah hatiku.

Dikala larut malam tiba, aku pergi mencari ketenangan bathinku, dengan olah raga malam sampai aku penat baru aku pulang dan dapat memejamkan mataku. Atau jika waktuku tidak cukup aku cukup meminum satu valium untuk tidurku dengan bimbingan dokter pribadiku aku lakukan bertahun-tahun. Dokterku sudah cukup paham tentang aku, semua aku curahkan padanya, sehingga terkadang aku dapat tertidur lelap dalam pengawasannya tanpa aku sadari.

Itulah hari-hariku. Semua masa lalu itu telah berakhir, tepatnya April tahun 1998, namun aku masih tidak yakin dan sulit untuk percaya, akan perubahan yang terjadi pada saat itu, namun aku lihat pada anak-anakku biasa saja tanpa ada yang dikhawatirkan. Hari-demi hari aku mulai ada tempat untuk berbagi, walaupun pada saat itu aku tdk berfikir banyak dan jauh bercita-cita, karena aku fikir hanya sia-sia dan tidak masuk akalku atau mungkin juga hanya memanfaatkan kesedihan dan kedukaanku saja.

Tidak ada komentar: